Seharusnya cerita ini mau saya tulis kurang lebih 2 minggu yang lalu. Namun, karena kesibukan yang tak kunjung henti dan susahnya membagi jadwal makan, tidur, dan nonton tipi yang silih berganti, baru kali ini saya bisa menulisnya.
Alkisah, ada sekelompok manusia (dan beberapa monyet) yang kebetulan hidup bersama dalam sebuah ikatan politis yang terbentuk atas kuasa orang-orang jahil yang membuat daftar absensi orang2 stres berjudul kelas 3C. Sebuah kumpulan dari mahasiswa/i tingkat akhir dari spesialisasi pajak sebuah perguruan tinggi tersohor di Indonesia (baca: STAN) yang terdiri dari orang2 sok keren dan sok gaul yang mencoba mengeksiskan dirinya masing2.
Kembali pada cerita, beberapa minggu yang lalu saya bersama teman-teman saya berwisata ke tempat yang luar biasa. Sebuah tempat yang masih alami dan memiliki pemandangan yang indah. Baiklah, langsung saja kita mulai ceritanya, tolong disimak baik-baik.
Cerita dimulai dari jadwal keberangkatan yang berganti haluan tak menentu arah demi menyesuaikan jadwal dari tiap-tiap individu yang memiliki bahtera kehidupannya masing-masing. Namun, akhirnya disepakatilah sebuah waktu yang dirasa cocok demi terjaganya kekompakan, dengan harapan setiap anggota kelas dapat ikut. Namun, tentunya itu adalah hal yang tidak mungkin, tetap saja ada beberapa orang yang gagal mengikuti acara ini dengan idenya masing-masing. Saya menghargai tiap keputusan itu, tapi saya lebih salut pada beberapa yang punya alasan cukup kuat untuk tidak ikut, tetapi malah merelakan dirinya untuk ikut acara ini demi sebuah kebersamaan yang tak ternilai harganya.
Akhirnya dengan massa seadanya kami pun berangkat menuju Ujung Genteng dengan menggunakan kendaraan mewah yang mampu menampung kurang lebih 30 makhluk hidup, yang dilengkapi dengan fasilitas hembusan angin jendela yang tentunya menambah sejuk suasana di dalamnya. Kendaraan ini dikemudikan oleh seorang sopir profesional yang mampu melaju di kegelapan malam dengan kecepatan di atas rata walau di atas jalan yang sempit dan curam.
Seharusnya pagi harinya kami akan langsung menuju ke Curug Cikaso, tetapi karena kencangnya laju kendaraan yang tak bisa ditoleransi kami pun malah langsung nyasar di penginapan. Apa boleh buat, pagi harinya kami hanya bermain-main di pantai karang dan mengikuti permainan-permainan bodoh yang menambah semangat kami untuk tidur siang (setelah semalam tak tidur karena laju bus yang membuat kami terguncyang..!!)
Sore harinya, barulah kami terbangun untuk memulai sebuah perjalanan panjang menuju penangkaran penyu yang kira2 berjarak 2 km meskipun dalam penunjuk jalan cuma ditulis 100 m. Mungkin ada benarnya juga, karena kebersamaan kami perjalanan jauh itu pun terasa seperti 100 m doang... halah
Kami pun menyusuri pinggiran pantai yang masih indah dan bersih menuju ke tempat penangkaran. Sesampainya di tujuan, kami diberi kesempatan untuk melepas penyu ke laut. Setiap orang dari kami memegang satu2 lalu dilepaskan serentak layaknya sebuah lomba balap lari penyu...
Matahari terbenam hari mulai malam... kami bergegas untuk kembali ke penginapan. Kali ini kami kembali dengan menyusuri jalan setapak hanya dengan penerangan lampu senter. Sesampainya di penginapan diadakanlah acara api unggun yang semakin menambah erat kebersamaan ini. Malam pun semakin larut, sudah saatnya kami beristirahat sembari mendengarkan dengkuran2 merdu yang membuat saya tidak bisa tidur semalaman.
Keesokan paginya saya baru mulai menyadari nikmatnya tempat tidur di penginapan ini. Sayangnya, kami harus bergegas bangun untuk sejenak berolahraga.
Siangnya kami meninggalkan penginapan bersama pemiliknya yang telah ramah dan memberikan banyak bantuan kepada kami. Kami pun langsung menuju ke Curug Cikaso masih menggunakan kendaraan mewah yang sama.
Tak disangka ternyata curug ini memilki pemandangan yang luar biasa. Sayang, kamera saya tidak sempat merekamnya karena kehabisan baterai. Akhirnya kami pun berbasah-basahan setelah seharian tidak mandi meski saya cuma mlipir-mlipir di pinggiran karena tak mau lagi kesombongan saya untuk berenang (padahal gak bisa renang sama sekali) kembali hampir menenggelamkan saya seperti di Green Canyon tahun kemarin. Meski begitu, saya begitu menikmatinya karena saya terlalu terpana untuk terus memandangi keajaiban alam yang ada di depan mata saya.
Hari pun semakin sore, sudah saatnya kami pulang dan kembali ke kehidupan normal. Akhirnya, kami pun sampai kembali di kampus tercinta pukul setengah 2 malam. Namun, saya tidak sempat beristirahat karena paginya sehabis subuh saya harus balik ke Solo.
Berat rasanya meninggalkan kebersamaan ini karena mungkin ini kali terakhir kami bisa berkumpul dan bermain bersama sebelum nantinya kami ditempatkan. Sungguh momen yang tak akan saya lupakan. I'll be missing us, all the memories.
When a story passed, it doesn't mean that the story has ended
It just something that we call... memories